
Dalam dinamika organisasi, solidaritas adalah napas yang menghidupkan setiap langkah perjuangan. Ia bukan sekadar slogan yang diucapkan dalam forum, melainkan semangat yang tumbuh dari hati dan diwujudkan dalam tindakan nyata. Di lingkungan kampus STIQ KEPRI, DEMA hadir sebagai ruang pembelajaran, tempat berproses, dan wadah menempa kepemimpinan mahasiswa yang berjiwa Qur’ani. Namun, semua itu tak akan bermakna tanpa adanya semangat kebersamaan dan solidaritas yang kokoh di antara para anggotanya.
Sering kali kita melihat semangat awal membara di ruang-ruang diskusi — ide bermunculan, gagasan berserakan, dan rencana-rencana besar disusun dengan penuh keyakinan. Tetapi, di sinilah ujian sebenarnya dimulai: mampukah kita membawa api semangat itu keluar dari ruang diskusi menuju ruang aksi? Solidaritas adalah jembatan yang menghubungkan keduanya. Tanpa rasa saling peduli, dukungan, dan keikhlasan untuk bergerak bersama, maka diskusi hanya akan menjadi sekadar wacana.
DEMA STIQ KEPRI harus menjadi contoh nyata bahwa organisasi mahasiswa Qur’ani bukan hanya tentang siapa yang paling pintar berargumen, tetapi siapa yang paling tulus berkontribusi. Solidaritas menuntut kita untuk tidak hanya berpikir tentang ‘aku’, melainkan tentang ‘kita’. Ia mengajarkan bahwa setiap anggota punya peran penting, sekecil apa pun kontribusinya. Ada yang menjadi pemikir, ada yang menjadi pelaksana, dan ada yang menjadi penguat di balik layar — semuanya berharga di mata perjuangan.
Kita belajar bahwa kebersamaan tidak selalu berarti keseragaman pandangan. Justru perbedaan pendapat adalah tanda bahwa organisasi hidup, berkembang, dan berpikir. Namun, perbedaan itu harus diikat oleh satu tujuan bersama: mewujudkan DEMA yang berdaya, berakhlak, dan berdampak. Di sinilah pentingnya komunikasi yang terbuka, kepercayaan antaranggota, dan sikap saling menghargai sebagai fondasi utama membangun solidaritas.
Dalam setiap agenda DEMA — baik itu kegiatan sosial, keilmuan, maupun keorganisasian — mari kita jadikan semangat kebersamaan sebagai energi utama. Karena organisasi tanpa ruh solidaritas ibarat jasad tanpa nyawa. Ia mungkin bergerak, tapi tanpa arah dan tanpa makna. Solidaritas menumbuhkan rasa memiliki, membuat setiap anggota merasa bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri.
Solidaritas juga tidak lahir dari kenyamanan, tetapi dari perjuangan bersama. Ia tumbuh ketika kita mau saling menolong saat kesulitan, saling menegur dengan kasih saat khilaf, dan saling mendoakan dalam diam. Dari situ muncul rasa persaudaraan yang sejati — bukan karena jabatan, tetapi karena ikatan visi dan nilai Qur’ani yang sama.
Wakil Ketua DEMA memiliki peran strategis dalam menumbuhkan budaya ini. Ia bukan hanya menjadi penggerak kegiatan, tetapi juga penguat hubungan antarpersonal. Kepemimpinan yang efektif bukan sekadar memimpin dengan kata, tetapi memberi contoh melalui tindakan. Seorang pemimpin yang mau mendengar, menghargai, dan melibatkan anggota akan menumbuhkan solidaritas yang alami, bukan yang dipaksakan.
Akhirnya, membangun solidaritas bukanlah tujuan akhir, tetapi proses panjang yang harus dijaga dan dirawat bersama. Dari ruang diskusi yang hangat hingga ruang aksi yang penuh tantangan, mari kita terus melangkah dengan niat yang sama — niat untuk berbuat baik, menebar manfaat, dan menghidupkan nilai-nilai Qur’ani dalam setiap gerakan DEMA STIQ KEPRI.
Karena sejatinya, solidaritas adalah ruh yang menghidupkan organisasi. Tanpanya, ide hanya akan tinggal kata. Tapi dengannya, setiap langkah kecil bisa menjadi gerakan besar untuk perubahan yang berarti.
Oleh : M.Teja Ayunda
Wakil Ketua DEMA STIQ KEPRI Semester VII Prodi IAT Extension
