Edisi Khusus: Tafaqquh Fillah – Memahami Ajaran Ilahi dalam Kehidupan Modern

Trend FOMO (Fear Of Missing Out) bukan sekadar perasaan cemas biasa. Ia telah
menjadi “trend” yang sengaja dipelihara oleh mesin media sosial dan budaya konsumerisme.
Ini adalah sensasi gelisah yang membuat kita terus-menerus menggapai sesuatu “di luar sana”
tren terbaru, percakapan viral, atau gaya hidup orang lain sementara hidup kita sendiri
terabaikan. FOMO adalah “produk” yang dijual untuk membuat kita merasa tidak pernah
cukup, sehingga kita terus memburu, menggulir, dan mengonsumsi tanpa henti.
Kita hidup di era yang dipenuhi gemerlap informasi, tren yang berganti dalam hitungan
detik, dan tekanan sosial untuk selalu “terkoneksi”. Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out)
ketakutan akan ketinggalan menjadi epidemi diam-diam yang menyita ketenangan dan
kebahagiaan. Kita terus menggulir, membeli, dan berlari, namun seringkali merasa hampa.
Lalu, di manakah jalan keluar? Jawabannya telah diberikan Allah SWT sejak berabad-abad lalu
dalam Surah yang singkat namun dahsyat: Surah Al-‘Asr.
TAFSIR AL-‘ASR: BLUEPRINT HIDUP BERMAKNA
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,” (QS. Al-‘Asr: 1-2) .
Ayat ini adalah diagnosis yang tepat untuk penyakit zaman now. Allah bersumpah dengan “masa” (waktu) sumber daya yang paling berharga dan paling sering kita sia-siakan dalam pusaran FOMO. Kita “rugi” karena membakar waktu berharga hanya untuk mengecho hal-hal yang fana dan sementara. “Kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 3)
Inilah solusi ilahi untuk mengobati FOMO. Kerugian itu bisa dihindari dengan empat
pilar:
- Iman (Keyakinan): Pondasi utama. Dengan iman yang kuat, identitas dan nilai diri
kita tidak lagi ditentukan oleh likes, views, atau tren terbaru, tetapi oleh ridha Allah.
Kita punya “anchor” (jangkar) yang kokoh di tengah badai informasi. - Amal Saleh (Tindakan Baik yang Produktif): Alih-alih menghabiskan waktu untuk
stalking kehidupan orang lain, energi kita dialihkan untuk menciptakan nilai dan
kebaikan. Setiap detik diisi dengan tindakan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. - Saling Menasihati dalam Kebenaran (Dakwah/Bijak Bermedia): Komunitas yang
sehat adalah obat dari FOMO. Kita perlu berada dalam lingkaran pertemanan yang
mengingatkan untuk fokus pada yang hak (benar), bukan yang trending semata. - Saling Menasihati dalam Kesabaran (Resiliensi): Melawan arus FOMO butuh
kesabaran. Sabar untuk tidak ikut-ikutan, sabar menunggu hasil dari proses, dan sabar
dalam menjalani komitmen untuk hidup yang lebih bermakna.
FOMO (Fear Of Missing Out) vs. JOMO (Joy Of Missing Out)
FOMO (Fear of Missing Out), artinya takut ketinggalan sesuatu. Secara sederhana,
FOMO adalah perasaan cemas, gelisah, atau takut saat merasa tertinggal dari orang lain—
biasanya karena melihat orang lain mendapatkan pengalaman, kesempatan, atau kesenangan
yang tidak dialami diri sendiri.
JOMO (Joy of Missing Out), kebalikan dari Fomo adalah perasaan bahagia dan tenang
ketika tidak ikut-ikutan dengan apa yang orang lain lakukan, karena kita sudah merasa cukup
dengan pilihan hidup sendiri.
ACTIONABLE STEPS: Dari Teori ke Praktik - Digital Detox Berkala: Sisihkan waktu tanpa gadget untuk membaca Al-Qur’an,
belajar, atau quality time dengan keluarga. - Tanyakan “Mengapa?”: Sebelum ikut tren, tanya diri sendiri, “Apakah ini bermanfaat?
Apakah ini sesuai dengan nilai iman saya?” - Set Goals Berbasis Akhirat & Dunia: Fokus pada target pribadi yang bermakna
(contoh: menghafal juz, belajar skill baru, proyek sosial) alih-alih hanya mengikuti
arus. - Cari Sahabat Shaleh/Shalehah: Bangun lingkaran pertemanan yang membuatmu
semakin dekat dengan Allah, bukan yang memicu kecemburuan sosial.
PENUTUP: Waktu adalah Modal FOMO adalah ilusi yang membuat kita lupa bahwa waktu adalah modal utama yang tidak dapat diulang. Surah Al-‘Asr mengingatkan kita untuk menjadi investor yang cerdas dengan waktu yang Allah beri. Mari alihkan fokus dari fear of missing out pada hal-hal duniawi, menjadi passion for investing in hal-hal yang kekal (iman, amal saleh). Dengan demikian, kita tidak termasuk golongan yang merugi.
“Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, dialah orang yang beruntung.”
(HR. Al-Baihaqi)
Oleh: Muhammad Shafwan
Mahasiswa STIQ KEPRI Semester VII Prodi IAT Extension
