
Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia mengenang sebuah peristiwa kelam dalam sejarahnya: Gerakan 30 September atau yang dikenal dengan G30S/PKI. Peristiwa pada tahun 1965 tersebut merupakan sebuah usaha kudeta yang dituduhkan kepada Partai Komunisme Indonesia (PKI) dan mengakibatkan tewasnya enam jenderal senior serta sejumlah perwira TNI Angkatan Darat. Mengenang peristiwa ini bukan untuk membangkitkan luka atau kebencian, tetapi untuk mengambil pelajaran berharga (ibrah) agar bangsa Indonesia tidak terjerumus kembali pada konflik yang sama. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, merenungkan peristiwa ini melalui lensa nilai-nilai Al-Qur’an dapat memberikan kedalaman makna dan hikmah yang universal.
- Mengenang Secara Bijak: Pelajaran dari Sejarah
Sejarah mencatat bahwa G30S/PKI adalah periode yang penuh dengan intrik, pertarungan ideologi, dan pertumpahan darah yang kemudian memicu gelombang besar dalam perubahan politik dan sosial Indonesia. Mempelajari sejarah ini dengan kepala dingin dan hati yang jernih adalah kunci. Allah SWT dalam Al-Qur’an seringkali mengajak manusia untuk melakukan perjalanan dan merenungi sejarah umat-umat terdahulu.
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), ialah yang dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan dalam (surat) ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman.” (QS. Hud [11]: 120)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap peristiwa, termasuk sejarah kelam suatu bangsa, mengandung kebenaran, pengajaran (ibrah), dan peringatan. Peringatan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, kesalahan akibat ambisi kekuasaan, pengkhianatan, dan melupakan nilai-nilai kemanusiaan.
- Kaitan dengan Nilai-Nilai Al-Qur’an
Meskipun Al-Qur’an tidak membahas peristiwa spesifik seperti G30S, nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya sangat relevan untuk menganalisis akar permasalahan dan dampak dari peristiwa tersebut.
- Larangan Atas Kekejian dan Kerusakan (Al-Fasad) Gerakan yang mengakibatkan pembunuhan terhadap para jenderal dan menyebarkan teror adalah bentuk dari kerusakan di muka bumi (al-fasad fi al-ardh). Allah SWT dengan tegas melarang perbuatan tersebut.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf [7]: 56) Peristiwa G30S mengingatkan kita bahwa ideologi atau tindakan apa pun yang mengedepankan kekerasan, pengkhianatan, dan permusuhan adalah bentuk kerusakan yang dilarang oleh Allah.
- Pentingnya Menjaga Persatuan (Al-Wahdah) dan Menolak Fitnah Dampak terberat dari G30S adalah pecahnya persatuan bangsa, yang memicu kecurigaan dan konflik horizontal yang panjang. Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya persatuan dan melarang perpecahan. “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali ‘Imran [3]: 103) Peristiwa fitnah dan provokasi yang terjadi pasca-G30S adalah ujian besar bagi bangsa Indonesia. Qur’an memperingatkan tentang bahaya fitnah yang lebih kejam dari pembunuhan. “…Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan…” (QS. Al-Baqarah [2]: 191)
- Kewajiban Menegakkan Keadilan (Al-‘Adl) Dalam menyikapi sejarah, penting untuk bersikap adil. Berbagai versi dan narasi tentang G30S beredar. Sebagai muslim, kita diajarkan untuk bersikap adil, bahkan kepada musuh sekalipun. “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu…” (QS. An-Nisa’ [4]: 135) Ini berarti, dalam mempelajari sejarah, kita harus mencari kebenaran dengan objektif, tidak memutarbalikkan fakta, dan tidak menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
- Hikmah yang Dapat Diambil
Dari refleksi atas peristiwa G30S/PKI dan kaitannya dengan nilai-nilai Qur’ani, beberapa hikmah penting dapat kita petik:
- Menjaga Ideologi Pancasila yang Berketuhanan. PKI menganut paham atheis yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Peristiwa ini mengajarkan bahwa ideologi yang menolak eksistensi Tuhan berpotensi merusak fondasi moral dan spiritual bangsa. Menjaga Pancasila berarti menjaga konsensus bersama yang memayungi seluruh rakyat Indonesia.
- Mewaspadai Bahaya Perpecahan. Konflik berlatar belakang ideologi, suku, atau agama adalah ancaman nyata. Hikmah terbesar adalah pentingnya terus merajut persatuan dalam kebhinnekaan, menjauhi sikap saling mencurigai, dan menyelesaikan perbedaan dengan cara-cara yang damai dan beradab.
- Pentingnya Pendidikan Sejarah dan Moral. Generasi muda harus diberikan pemahaman sejarah yang utuh dan benar, bukan untuk dendam, tetapi untuk membangun kesadaran kritis dan kewaspadaan terhadap segala bentuk ancaman terhadap NKRI. Pendidikan akhlak dan nilai-nilai agama harus ditanamkan untuk membentuk karakter bangsa yang kuat dan berintegritas.
- Bersikap Kritis dan Bijak Menyikapi Informasi. Di era digital seperti sekarang, informasi dan hoaks tentang berbagai peristiwa, termasuk sejarah, mudah menyebar. Nilai Qur’an mengajarkan kita untuk tabayyun (mencari kejelasan informasi) sebelum mempercayai dan menyebarkannya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 6)
Penutup
Mengenang G30S/PKI adalah bagian dari syukur terhadap nikmat persatuan dan kedamaian yang saat ini kita rasakan. Dengan mengambil pelajaran dari sejarah kelam tersebut dan menyaringnya melalui nilai-nilai luhur Al-Qur’an, kita dapat membangun bangsa Indonesia yang lebih kuat, bersatu, dan beradab. Marilah kita jadikan momentum penguatan ini sebagai upaya untuk terus merawat perdamaian dan mengisi kemerdekaan dengan karya-karya yang positif dan membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh: Indra Darmawan
Mahasiswa STIQ KEPRI Semester VII IAT Extension
