
Pendidikan dalam Islam: Lebih dari Sekadar Transfer Ilmu
Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Namun, di tengah tantangan modernitas dan kemajuan ilmu pengetahuan, pendidikan — khususnya pendidikan Islam — mulai kehilangan ruh utamanya: nilai spiritual dan moral.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas memandang bahwa salah satu krisis utama umat Islam saat ini adalah ilmu yang telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Ilmu dipelajari secara sekuler dan tidak lagi mengantarkan pada pengenalan kepada Tuhan. Hal ini menimbulkan dampak pada cara umat Islam memahami dan mengimplementasikan pendidikan.
Kritik Al-Attas terhadap Pendidikan Islam Modern
Menurut Al-Attas, kemerosotan umat Islam disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap perencanaan pendidikan yang sistematis dan berlandaskan nilai-nilai Islam. Ia menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar tarbiyah (pengembangan) atau ta’lim (pengajaran), tetapi lebih dalam: ta’dīb — yakni penanaman adab.
Makna dan Esensi Ta’dīb
Apa itu Ta’dīb?
Al-Attas mendefinisikannya sebagai proses pengenalan bertahap terhadap posisi segala sesuatu dalam tatanan ciptaan, untuk menumbuhkan kesadaran akan kebesaran Allah SWT.
“Pendidikan Islam adalah penanaman adab. Tanpa adab, ilmu kehilangan arah.” – Al-Attas
Dalam pandangan ini, manusia yang baik bukan hanya cerdas, tapi juga adil dan beradab. Pendidikan harus menciptakan manusia yang beradab — yang memiliki sikap dan orientasi yang benar terhadap ilmu, kehidupan, dan Tuhan.
Mengapa Bukan Tarbiyah atau Ta’lim Saja?
Tarbiyah dan ta’lim adalah bagian dari proses pendidikan, tapi tidak cukup. Jika pendidikan hanya berlandaskan dua konsep tersebut, maka besar kemungkinan terjerat dalam paham Barat: sekularisme, humanisme, dan relativisme nilai.
Konsep ta’dīb menyatukan tiga unsur tersebut secara integral:
🔹 Ilmu (‘ilm)
🔹 Instruksi (ta’lim)
🔹 Pembinaan karakter (tarbiyah)
Adab mengikat ketiganya dalam satu proses pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga memurnikan jiwa.
Pendidikan Islam: Reaktualisasi dan Desekularisasi
Al-Attas menyerukan agar umat Islam tidak hanya meniru model pendidikan Barat, tetapi menghidupkan kembali pandangan dunia Islam (Islamic Worldview). Hal ini berarti:
Menghapus dikotomi antara ilmu dan agama.
Menolak ilmu bebas nilai (value-free science).
Menekankan integrasi antara dimensi spiritual dan intelektual.
Ia sejalan dengan tokoh-tokoh klasik seperti Ibnu Sina, Nashiruddin al-Thusi, dan Qutb al-Din asy-Syirazi yang tidak memisahkan antara sains dan agama.
Ta’dīb: Jalan Menuju Pendidikan Islam yang Ideal
Menghidupkan kembali konsep ta’dīb adalah upaya membentuk sistem pendidikan Islam yang:
– Spiritualitik – menumbuhkan kesadaran ilahiyah.
– Integralistik – tidak memisahkan aspek dunia dan akhirat.
– Adab-based – menekankan akhlak dan karakter, bukan hanya pengetahuan.
Pendidikan Islam bukan sekadar mencetak profesional, tapi juga membentuk insan kamil, yakni pribadi yang utuh dalam iman, ilmu, dan amal — sebagaimana teladan Rasulullah ﷺ.
Penulis : Said Abdul Kadir, S.Ag.,M.Pd.
Alumni STIQ Kepri (2022)