Tiga Wasiat Nabi yang Ringkas namun Syarat Makna

Ilustrasi Gambar (sumber:https://id.pinterest.com/search/pins/?q=gambar%20zaman%20nabi%20ilustrasi&rs=typed)

Di tengah dinamika dan romantika kehidupan modern yang cepat dan syarat tantangan, manusia senantiasa memerlukan tuntunan yang bersifat praktis namun bermakna mendalam. Dalam konteks ini, Rasulullah ﷺ sebagai utusan Allah yang penuh hikmah telah mewariskan berbagai nasihat bernilai tinggi. Di antara sekian banyak pesan beliau, terdapat sebuah hadis yang merangkum tiga wasiat esensial yang sangat relevan dalam membentuk karakter dan kualitas hidup baik secara spiritual maupun sosial.

Nabi SAW bersabda:

إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ، وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan kamu sesali (di kemudian hari). Dan kumpulkan rasa putus asa dari apa yang di miliki orang lain.” (HR. Ahmad no. 23498 dan Ibnu Majah no. 4171).

Hadis ini diriwayatkan oleh sahabat Abu Ayyub al-Anshari r.a., yang meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ dan meminta nasihat yang singkat namun mengena. Permintaan tersebut mencerminkan semangat untuk memperoleh petunjuk yang mudah dihafal dan diamalkan, serta sarat nilai. Rasulullah ﷺ lalu memberikan tiga pesan pokok yang mencakup dimensi ibadah, pengendalian diri dalam berbicara, dan ketergantungan hati kepada Allah semata.

Menurut Imam al-Munawi dalam Fayd al-Qadir, hadis ini tergolong dalam kategori jawāmi‘ al-kalim, yaitu sabda Rasulullah ﷺ yang singkat dalam lafaz tetapi luas dan dalam dalam maknanya. Ungkapan ini mencerminkan betapa efisiennya Rasulullah ﷺ dalam menyampaikan pesan spiritual yang kompleks dengan ungkapan sederhana.

Penjelasan  Wasiat Rasulullah SAW.

1. Shalatlah Seakan-akan Itu Adalah Shalat Terakhirmu

Wasiat ini menekankan urgensi kekhusyukan dalam shalat. Rasulullah ﷺ mengajak umatnya untuk melaksanakan shalat dengan penuh kesungguhan, seolah-olah itu adalah kesempatan terakhir untuk berdialog dengan Allah sebelum meninggalkan dunia. Menurut Imam Ibn Rajab dalam Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam (hlm. 207), sikap seperti ini akan menumbuhkan keikhlasan dan penghayatan mendalam dalam ibadah, karena orang yang menyadari akhir hidupnya pasti akan meluruskan niat dan memperbaiki amal.

2. Berbicaralah dengan Bijak dan Hindari Ucapan yang Memerlukan Permintaan Maaf

Wasiat kedua berkaitan dengan kontrol lisan. Rasulullah ﷺ mengingatkan agar tidak sembarangan dalam berbicara, karena ucapan yang tergesa-gesa atau menyakitkan kerap menimbulkan penyesalan. Ibnu Ḥibbān dalam Raudhah al-‘Uqalā’ menegaskan bahwa banyak penyesalan manusia bersumber dari lisannya, bukan dari sikap diamnya. Maka, pengendalian lisan merupakan indikator akhlak luhur serta pelindung dari dosa sosial.

3. Putuskan Harapan terhadap Apa yang Dimiliki Orang Lain

Wasiat ketiga menanamkan prinsip ketauhidan dan ketergantungan hanya kepada Allah. Rasulullah ﷺ menganjurkan agar seseorang tidak menggantungkan harapan pada manusia, karena ketergantungan kepada makhluk seringkali melahirkan kekecewaan dan kehinaan. Syaikh Ibn ‘Utsaimin dalam Syarḥ Riyāḍ al-Ṣāliḥīn menyatakan bahwa siapa yang menggantungkan harapannya kepada makhluk, niscaya akan dihinakan, sedangkan siapa yang hanya berharap kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya.

Nilai-Nilai Moral yang Dikandung

Ketiga wasiat tersebut, meskipun ringkas, memuat prinsip-prinsip dasar pembinaan kepribadian Islam:

  • Kekhusyukan dalam Shalat → membentuk kedalaman spiritual dan introspeksi diri.
  • Kontrol terhadap Lisan → memperkuat etika komunikasi dan harmoni sosial.
  • Ketidaktergantungan pada Makhluk → menumbuhkan kemandirian spiritual dan tawakal sejati.

Penulis: Parhul Khairi, M.Ag

Dosen STIQ KEPRI