
Pendahuluan
Peradaban manusia modern ditandai oleh laju perkembangan teknologi yang sangat cepat, meningkatnya kompleksitas dalam kehidupan sosial, serta persaingan global yang semakin ketat dan tak terhindarkan. Dalam situasi seperti ini, manusia dituntut tidak hanya untuk mampu bertahan, tetapi juga untuk terus berkembang dan beradaptasi. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah kecerdasan intelektual, kekuatan fisik, dan kestabilan finansial saja sudah cukup untuk menjamin keberhasilan manusia modern? Tentu tidak. Sebab, manusia sejatinya adalah makhluk yang memiliki berbagai dimensi yang saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Setiap dimensi tersebut harus terjalin secara harmonis dan terintegrasi agar manusia dapat mencapai keseimbangan hidup yang sejati serta berperan secara utuh dalam membangun peradaban yang beradab.
Namun, sesungguhnya persoalan terbesar yang dihadapi umat Islam dewasa ini bukan terletak pada arus globalisasi atau tantangan modernitas yang datang bersama perubahan zaman, melainkan pada diri umat Islam itu sendiri. Akar permasalahan sering kali muncul dari internal umat dari cara berpikir, sikap, dan perilaku yang belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Islam yang sejati. Dengan kata lain, krisis yang dihadapi bukan semata-mata akibat tekanan eksternal dunia modern, tetapi lebih karena lemahnya kesadaran spiritual, intelektual, dan moral di kalangan umat Islam sendiri.
Dalam tulisan ini saya sedikit memberikan refleksi mengenai bagaimana cara kita meningkatkan mentalitas kita sebagai seorang muslim sejati dalam menghadapi tantangan sosial masyarakat modern.
Integrasi Intelektualitas dan Spiritualitas
Potensi intelektualitas merupakan anugerah Ilahi yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, karena melalui kemampuan berpikir, menalar, dan menganalisis, manusia mampu memahami serta mengaktualisasikan berbagai kemungkinan yang tersimpan dalam ciptaan Allah di alam semesta. Intelektualitas menjadikan manusia mampu mengolah pengetahuan, mengembangkan peradaban, serta menghadirkan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, intelektualitas saja tidak cukup. Jika tidak diiringi oleh dimensi spiritualitas, maka kecerdasan tersebut bisa kehilangan arah dan bahkan menjerumuskan manusia pada kesombongan intelektual atau kehampaan moral.
Di sisi lain, potensi spiritualitas merupakan daya batin yang menuntun manusia untuk tetap berada dalam kesadaran ketuhanan (rabbaniyah). Ketika potensi spiritual ini hidup dan aktif, ia akan memperindah cara seseorang dalam mengekspresikan keberagamaannya. Spiritualitas bukan sekadar kesalehan ritual, melainkan bentuk kesadaran mendalam bahwa seluruh ibadah yang dilakukan bertujuan untuk membentuk kepribadian yang berakhlak mulia. Dengan demikian, seseorang tidak lagi sekadar menampilkan kumpulan ibadah lahiriah, tetapi menjadikan seluruh amal ibadah itu sebagai kekuatan moral dan etika dalam kehidupan sosial.
Kedua potensi ini tidak dapat dipisahkan. Intelektualitas tanpa spiritualitas akan menghasilkan manusia cerdas tetapi kering dari nilai-nilai kemanusiaan. Sebaliknya, spiritualitas tanpa intelektualitas dapat menjerumuskan seseorang pada sikap fatalistik atau keberagamaan yang tidak rasional. Oleh karena itu, keduanya harus berjalan secara harmonis dan saling melengkapi. Ketika kemampuan berpikir ilmiah berpadu dengan kedalaman rasa spiritual, maka akan lahir perilaku yang berimbang antara akal dan hati, antara logika dan nurani.
Dengan sinergi ini, manusia tidak hanya menjadi makhluk berilmu, tetapi juga beradab. Perilaku yang lahir dari keseimbangan antara nalar dan iman mencerminkan kualitas moral yang tinggi. Itulah sebabnya hubungan antara keduanya dapat digambarkan dalam rumus sederhana yang saya ringkas namun bermakna mendalam dimana Intelektualitas ditambah Spiritualitas sama dengan Moralitas (Intelektualitas + Spiritualitas = Moralitas). Rumus ini menegaskan bahwa moralitas sejati tidak muncul semata-mata dari pengetahuan, melainkan dari perpaduan antara kecerdasan akal dan kejernihan hati yang terarah kepada Allah.
Membangun Mentalitas Keadaban di Sosial Masyarakat Modern
Dengan menyatunya dua aspek utama tadi, seorang Muslim akan lebih mampu menjaga dan memperkuat keadaban yang telah ia bangun. Integrasi ini menjadikan dirinya kecil kemungkinan untuk bertindak merusak atau menodai nilai-nilai luhur yang telah tertanam dalam dirinya. Keadaban di sini mengacu pada perpaduan antara akhlak mulia, kecerdasan lahir dan batin, serta kehalusan budi pekerti yang mencerminkan kedewasaan moral dan intelektual.
Namun demikian, tantangan besar muncul ketika keadaban harus berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi modern. Perkembangan pesat dalam bidang komunikasi dan informasi sering kali menciptakan ketidakseimbangan antara nilai-nilai moral dan kemajuan material. Keadaban yang bersifat tetap dan berakar pada nilai-nilai etika terkadang tidak mampu mengikuti laju percepatan teknologi yang serba cepat dan fleksibel. Akibatnya, praktik pengamalan intelektualitas dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari sering kali tidak berjalan selaras.
Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk membangun mentalitas berkeadaban yang bersumber dari sinergi antara ilmu pengetahuan dan kesadaran spiritual. Moralitas yang tumbuh dari keseimbangan dua potensi tersebut menjadi pondasi utama dalam membentuk masyarakat yang harmonis dan plural. Dalam konteks ini, seorang Muslim harus mampu menumbuhkan keadaban Islami yang murni, berlandaskan pada ajaran dan nilai-nilai Al-Qur’an serta teladan Rasulullah saw, tanpa mengacaukan tatanan sosial atau merusak esensi kemanusiaan dalam masyarakat.
Rasulullah saw telah memberikan contoh nyata tentang bagaimana membangun peradaban yang beradab melalui sikap penuh kasih, kejujuran, toleransi, dan tanggung jawab sosial. Maka, di tengah derasnya arus modernitas, seorang Muslim perlu menjadikan intelektualitas dan spiritualitas sebagai kompas moral yang memandu langkahnya, agar kemajuan tidak mengikis keadaban, tetapi justru memperkuatnya sebagai landasan bagi kehidupan sosial yang lebih bermartabat.
Membangun mentalitas keadaban Muslim kontemporer merupakan urgensi pada zaman ini. Intelektualitas dan spiritualitas wujud bukan sebagai pilihan tambahan tetapi komponen inti yang padu dan tak terpisahkan dalam membentuk moralitas yang hidup. Moralitas yang datang dari hati, berpikir, bertindak dan membaur dalam masyarakat. Transformasi mentalitas ini akan memperkuat keadaban sosial, memelihara harmoni, dan menjawab tantangan zaman dengan nilai-nilai Islam yang otentik dan relevan. Dalam konteks ini, umat Islam ditantang untuk membangun mentalitas keadaban sebagai fondasi moral masyarakat yang beradab. Integrasi intelektualitasdan spiritualitas menjadi kunci dalam membentuk moralitas sosial yang tidak hanya cerdas secara rasional, tetapi juga luhur secara batiniah, di mana akal dan wahyu bekerja sama dalam membentuk etika sosial yang dinamis. Pada akhirnya, mentalitas keadaban yang dibangun atas dasar intelektualitas dan spiritualitas akan melahirkan pribadi Muslim yang utuh dan mampu menghadirkan kedamaian, keadilan, dan kemajuan dalam sosial masyarakat modern. Inilah wajah peradaban Islam yang sejati: peradaban yang mencerahkan akal, menenangkan jiwa, dan memuliakan manusia.
Oleh : Said Abdul Kadir, S.Ag., M.Pd.
Alumni STIQ KEPRI Angkatan VII / Peneliti Akademik
